Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Senin, 15 Juli 2013

Kesalahan-Kesalahan Dalam Bermajelis


Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiam muslim (muslimah). Salah satu cara mencari ilmu adalah dengan mendatangi majelis-majelis ilmu. Sayang sekali banyak majelis-majelis ilmu yang justru di situ bertentangan dengan ilmu itu sendiri. Ilmu apa itu? Yaitu ilmu agar segala amalan termasuk dalam bermajelis senantiasa berada di atas koridor syariah, tidak menyimpang  diantaranya dengan  membuat atruran-aturan, cara-cara, ataupun metode baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah salallahu 'alaihiwassalam dan para sahabatnya. Meskipun sekilas nampaknya aturan atau metode tersebut tampaknya bagus dan luwes di mata orang yang biasa melakukannya. Dan tentu saja ketika cara/model tersebut dihilangkan merasa kehilangan atau ada yang kurang.  

Berikut ini kesalahan-kesalahan (bid'ah-bid'ah) dalam bermajelis, di antaranya :
  1. Ra'isul majelis (pemimpin majlis) mengajak jama’ah (ahli majelis) membaca atau mengucapkan basmalah secara bersama-sama, dengan suara yang jahr (keras) dalam rangka membuka majelis.1 Termasuk pula membaca Al-Fatihah pada permulaan majelis sebagai pembuka.
  2. Membuka majelis dengan senantiasa melazimkan tilawah Al-Qur’an, yakni dengan cara menyuruh seseorang membaca ayat dari Al-Qur’an.2 Mengenai hal ini, dalam kitab Al-Bida’, Syaikh Muhammad bin Shalih 'Utsaimin rahimahullah, ditanya sebagai berikut : Pertanyaan : Pembukaan muhadharah (ceramah) dan nadwah (pertemuan) dengan membaca sesuatu dari Al-Qur’an, apakah termasuk perkara yang disyari'atkan? Jawab : Saya tak mengetahui sunnah (tuntunan) yang demikian dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, padahal Nabi ‘alaihi sholatu wa salam pernah mengumpulkan para sahabatnya ketika hendak perang atau ketika hendak membahas perkara penting kaum muslimin, tidaklah aku ketahui, bahwa Nabi membuka pertemuan tersebut dengan sesuatu dari Al-Qur’an (dibacakan ayat suci Alqur'an oleh seorang Qori' :red). Akan tetapi jika pertemuan atau muhadharah tersebut mengambil suatu tema/bahasan tertentu dan ada seseorang yang ingin membaca sesuatu dari Al-Qur’an yang ada hubungannya dari bahasan tema tersebut untuk dijadikannya sebagai pembuka, maka tidaklah mengapa. Dan adapun menjadikan pembukaan suatu pertemuan atau muhadharah dengan ayat Al-Qur’an secara terus menerus seolah-olah sunnah yang dituntunkan, maka yang demikian ini adalah tidak layak diamalkan.
  3. Selalu mengucapkan atau memulai dengan salam setiap hendak berbicara dalam majelis, baik saat akan memberikan usulan di tengah-tengah majelis ataupun setiap dimintai pendapat. Yang termasuk sunnah adalah mengucapkan salam setiap akan masuk atau meninggalkan majelis.
  4. Mengakhiri majelis dengan mengajak jama’ah (ahli majelis) untuk membaca sholawat, hamdalah, istighfar atau do'a kafaratul majelis secara bersama-sama, dengan suara yang jahr (suara keras) dan secara terus menerus.
  5. Mengakhiri majelis dengan selalu berdo’a, di mana ahli majelis mengamini bacaan do’a pemimpin  majelis. Lebih parah lagi jika pemimpin majelis menyebut “Al-Fatihah!!!” pada akhir do’a dengan keras, dan jama’ah membacanya secara bersama-sama, kemudian mengusap wajah dengan telapak tangan.dan kesalahan-kesalahan lainnya yang menyelisihi kaidah amaliyyah yang termasuk ibadah, dan kesalahan-kesalahan lainnya yang bersifat adab, sebagaimana dalam penjelasan di depan.
Itulah sebagian dari kesalahan-kesalahan yang sering dijumpai dalam bermajelis. Sebagai seorang pencari ilmu yang sering datang untuk bermajelis ilmu atau lebih khusus lagi para pembawa acara, hendaknya lebih berhati-hati ketika mengadakan majelis ta'lim. Tentu saja agar majelis yang diadakan tersebut diberkahi oleh Allah subhanahuwata'ala. Semoga Allah subhanahuwata'ala senantiasa memberi petunjuknya kepada kita dan menjadikan kita senantiasa istiqamah, terbimbing diatas amal yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah salallahu'alaihiwassalam. 

Rabu, 03 Juli 2013

Pakaian Muslimah

Beberapa hari ini, beberapa orang ibu yang bekerja di sebuah instansi terlihat murung. Murung karena kantor tempat ia bekerja mewajibkan semua karyawannya memakai kerudung yang melenceng dari yang dituntunkan syariah. Melenceng dari kaidah berpakaian muslimah yang selama ini ia kaji di majelis  taklim ataupun di buku-buku yang membahas tentang pakaian muslimah. Kerudung yang seharusnya tebal dibuat semuanya memakai seragam yang transparan. Tentu saja kerudung seperti ini jika dipakai akan memperlihatkan bentuk lekuk-lekuk bagian dadanya . Bahkan lebih jauh dari itu dalam prakteknya banyak diantara mereka yang akhirnya tampak telinganya dari luar. Alias aurat yang seharunsya ditutup masih tetap terlihat.

Apa solusinya? --> "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perkara maksiat kepada Khalik (Allah)". 

Lalu seperti apa sih syarat pakaian muslimah itu. 

Kriteria jilbab menurut Al-Qur’an dan As-sunnah

“Tidak pantas bagi seorang muslim atau muslimat jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu hukum, mereka memilih hukum lain tentang suatu urusan. Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” (QS. Al-Ahzab : 36)

Syarat jilbab menurut Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam bukunya “Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah fil kitabi was Sunati” (Jilbab wanita muslimah)

1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan

Katakanlah kepada wanita muslimah: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) Nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka, saudara-saudara mereka atau putra saudara-saudara mereka atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung” (QS. An-Nur : 31)

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya”. Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Ahzab : 59)

Pada umumnya para ulama berpendapat bahwa bila seorang wanita telah aqil baliq, maka mereka wajib menutup aurat, yaitu seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan atau dapat dicontohkan seperti biasa kita menggunakan talkum/mukena saat sholat.

2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan

 “… Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka” (QS. An-Nur : 31)

Secara umum kandungan ayat diatas mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan suatu yang menyebabkan kaum laki-laki melirik pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah swt. :

“Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang pertama” (QS. Al-Ahzab : 33)

Jilbab menurut surah Al-Ahzab ayat 59 berfungsi sebagai pelindung wanita dari godaan laki-laki. Berarti pakaian bagi wanita berjilbab tidak boleh berlebihan dan tidak boleh menarik perhatian kaum laki-laki.

3. Kainnya harus tebal, tidak tipis

Sebagai pelindung wanita, secara otomatis harus tebal atau tidak transparan atau membayang (tipis) karena hal itu akan memancing fitnah (godaan) dari pihak laki-laki.

4. Harus longgar, tidak ketat, sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya.


5. Tidak diberi wewangian atau parfum

“ Siapapun perempuan yang memakai wewangian lalu ia melewati kaum laki-laki agar ia menghirup wanginya, maka ia sudah berzina” (HR. An-Nasa’i).

Mengapa hal itu dilarang? Karena parfum wanita dapat langsung membangkitkan nafsu dari pria. Maka tidak diperbolehkan seorang wanita menggunakan parfum.

6. Tidak menyerupai laki-laki

“Rasulullah melaknat pria yang menyerupai pakaian wanita dan wanita yang menyerupai pakaian laki-laki” (HR. Abu Dawud)

“Tidak masuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita” (HR. Ahmad)

“Tiga orang yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandangi mereka pada hari kiamat; orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelelakian dan meyerupakan diri dengan laki-laki, dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu)” (HR. Nasa’i, Hakim, Baihaqi dan Ahmad)

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir

Syarat ini didasarkan pada haramnya kaum muslimin termasuk wanita menyerupai (tasyabuh) orang-orang (wanita) kafir baik dalam berpakaian yang khas pakaian mereka, ibadah, makanan, perhiasan, adapt istiadat, maupun dalam berkata dan memuji seseorang yang berlebihan.

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum itu” (HR. Ahmad)

8. Bukan libas syuhrah (pakaian popularitas)

“Barang siapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka” (HR> Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Libas syuhrah : Setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas (gengsi).